photo traveller_zpsq7flw2xm.gif: : SELAMAT DATANG DI SUBDEN 2 DETASEMEN C SATUAN III PELOPOR : : photo traveller_zpsq7flw2xm.gif

PERKAP TENTANG PHH

http://cdn.berdikarionline.com/2013/04/PHH-386x290.jpg

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2010
TENTANG
TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK
DALAM PENANGGULANGAN HURU-HARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang  :  bahwa  dalam  rangka  melaksanakan  ketentuan  Pasal  28  ayat  (1)
Peraturan  Kepala  Kepolisian  Negara  Republik  Indonesia  No.  Pol.:  16
Tahun  2006  tentang  Pedoman  Pengendalian  Massa,  perlu  menetapkan
Peraturan  Kepala  Kepolisian  Negara  Republik  Indonesia  tentang  Tata
Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-Hara;
Mengingat  :  1.  Undang-Undang  Nomor  2  Tahun  2002  tentang  Kepolisian  Negara
Republik  Indonesia  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun
2002  Nomor  2,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia
Nomor 4168);
2.  Keputusan  Presiden  Nomor  70  Tahun  2002  tentang  Organisasi  dan
Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia;
3.  Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. : 16
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan  :  PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TENTANG  TATA  CARA  LINTAS  GANTI  DAN  CARA  BERTINDAK
DALAM PENANGGULANGAN HURU-HARA.
BAB I . . . . .
Hsl rpt tgl 24 Maret
2009
2
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1.  Kepolisian  Negara  Republik  Indonesia  yang  selanjutnya  disingkat  Polri  adalah  alat
Negara  yang  berperan  dalam  memelihara  keamanan  dan  ketertiban  masyarakat,
menegakkan  hukum,  serta  memberikan  perlindungan,  pengayoman,  dan  pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
2.  Penanggulangan  adalah  rangkaian  kegiatan  atau  proses  atau  cara  dalam
mengantisipasi atau menghadapi suatu kejadian.
3.  Huru-hara  adalah  suatu  kejadian  yang  dilakukan  oleh  sekelompok  orang  atau  lebih
dalam  unjuk  rasa  yang  telah  berubah  menjadi  tindakan  kekacauan,  kerusuhan  dan
melawan hukum.
4.  Penanggulangan  Huru-Hara  yang  selanjutnya  disingkat  PHH  adalah  rangkaian
kegiatan  atau  proses  atau  cara  dalam  mengantisipasi atau  menghadapi  terjadinya
kerusuhan  massa  atau  huru-hara  guna  melindungi  warga  masyarakat  dari  ekses
kerusuhan massa.
5.  Unit  pemadam  api  adalah  satuan  yang  bertugas  melaksanakan  pemadaman  api
terhadap terjadinya kerusuhan massa atau huru-hara.
6.  Unit  penangkap  adalah  satuan  yang  bertugas  melaksanakan  penangkapan  terhadap
pelaku tindak pidana dan provokator pada saat tejadinya kerusuhan massa atau huruhara.
7.  Unit  kesehatan  adalah  satuan  yang  bertugas  melaksanakan  penanganan  dan
pertolongan terhadap para korban akibat terjadinya  kerusuhan massa atau huru-hara
baik dari pelaku huru-hara ataupun pasukan PHH.
8.  Gas air mata adalah suatu zat kimia yang berupa  gas yang menimbulkan efek sesaat
yang  dapat  mengganggu  penglihatan,  pernapasan  dan  iritasi  kulit  namun  tidak
berbahaya bagi kesehatan.
9.  Unit  pelempar  atau  penembak  gas  air  mata  adalah  satuan  yang  bertugas
melaksanakan pelemparan atau penembakan gas air mata ke arah pelaku huru -hara.
10.  Kompi PHH adalah satuan terkecil yang secara administratif dan taktis dapat diberikan
penugasan secara mandiri, terdiri dari 4 Peleton.
11.  Detasemen  PHH  adalah  kekuatan  operasional  dasar untuk  satuan  berkemampuan
lanjutan PHH terdiri dari 3 Kompi.
12. Tameng …..
3
12.  Tameng Sekat adalah alat sekat yang mempunyai tinggi 160 (seratus enam puluh) cm
lebar 80 (delapan puluh) cm, berwarna hitam yang berfungsi menyekat dan melindungi
pasukan PHH dari tindakan massa yang melawan hukum.
13.  Tameng Pelindung adalah alat pelindung yang mempunyai tinggi 90 (sembilan puluh)
cm lebar 60 (enam puluh) cm, berwarna hitam dan berfungsi melindungi pasukan PHH
dari tindakan massa yang melawan hukum.
14.  Tongkat Lecut adalah tongkat rotan berwarna hitam dengan garis tengah 2 (dua)
cm  dengan  panjang  90  (sembilan  puluh)  cm  yang  dilengkapi  dengan  tali  pengaman
pada bagian belakang tongkat, aman digunakan untuk melecut/memukul bagian tubuh
dengan ayunan satu tangan kecepatan sedang.
15.  Tongkat sodok adalah tongkat rotan berwarna hitam dengan garis tengah 3 (tiga) cm
dengan panjang 200 (dua ratus) cm, aman digunakan untuk mendorong massa yang
akan melawan petugas.
16.  Kedok  gas  (gas  masker)  adalah  pelindung  wajah  dari  efek  gas  air  mata  yang
dilemparkan ke massa pengunjuk rasa.
17.  Pelontar  granat  (grenade  launcher)  adalah  alat  pelontar  yang  digunakan  untuk
menembakkan granat gas air mata.
18.  Kendaraan  taktis  yang  selanjutnya  disingkat  Rantis  adalah  jenis  kendaraan  yang
dirancang dan disiapkan untuk mampu mengatasi tantangan tugas tertentu, antara lain
kondisi medan yang berat, serangan senjata api dan  bahan peledak, amukan massa
perusuh, penyelenggaraan sistem komunikasi operasi di lapangan dan tugas lain yang
akan sulit dipenuhi oleh jenis kendaraan biasa.
19.  Kendaraan Taktis Pengurai Massa adalah Kendaraan yang berguna menyemprotkan
air yang bertujuan membubarkan massa.
20.  Kendaraan  Taktis  Penyelamat  adalah  pengangkut  personel  dalam  rangka
penyelamatan.
21.  Kawat  penghalang  massa  (Security  Barrier) adalah  gulungan  kawat  berduri  yang
disusun  secara  spiral  yang  berfungsi  sebagai  penghalang  antara  massa  dengan
petugas dan objek vital.
22.  Tabung  pemadam  api  adalah  Alat  yang  dilengkapi  dengan  selang  penyemprot  dan
digunakan untuk memadamkan api.
23.  Pepper Balladalah alat yang digunakan oleh tim penindak dalamrangka melindungi
tim penangkap, kesehatan, pemadam api ringan dan menandai para provokator serta
agitator yang akan ditangkap dari massa perusuh.
24.  Acara  Pimpinan  Pasukan  yang  selanjutnya  disingkat  APP  adalah  urut-urutan  cara
memberikan instruksi untuk pasukan sebelum melaksanakan tugas.
25.  Situasi hijau adalah kondisi di mana massa pengunjuk rasa masih tertib dan teratur.
26. Situasi …..
4
26.  Situasi  kuning  adalah  kondisi  dimana  massa  pengunjuk  rasa  mulai  tidak
mengindahkan  himbauan  petugas  dan  melakukan  perbuatan  melanggar  peraturan
yang berlaku.
27.  Situasi  merah  adalah  kondisi  dimana  massa  pengunjuk  rasa  sudah  melakukan
tindakan melawan hukum dalam bentuk pengancaman, pencurian dengan kekerasan,
perusakan, pembakaran, penganiayaan berat, teror, intimidasi, penyanderaan, dan lain
sebagainya.
28.  Lintas Ganti adalah peralihan kendali dari Satuan Dalmas ke Satuan PHH berdasarkan
perkembangan situasi di lapangan karena adanya perubahan situasi dari situasi kuning
menjadi situasi merah.
29.  Perintah  dan  pengendalian  teknis  adalah  perintah  dan  pengendalian  yang
dilaksanakan  pada  tingkat  Mabes  Polri  oleh  Kapolri  dan  pada  tingkat  Polda  oleh
Kapolda  tentang  tata  cara  pengerahan,  pengendalian  dan  penarikan  kekuatan  PHH
dari tempat kejadian.
30.  Perintah dan pengendalian taktis adalah perintah dan pengendalian yang dilaksanakan
oleh  Kepala  Detasemen  PHH  tentang  tata  cara  tindakan  anggota  di  lapangan  baik
perorangan  maupun  dalam  ikatan  tim  dalam  menghadapi situasi  dan  kondisi  huru
hara.
Pasal 2
Tujuan Peraturan ini sebagai pedoman bagi anggota Polri dalam melaksanakan lintas ganti
dan  cara  bertindak  untuk  penanggulangan  huru-hara  demi  tercapainya  keseragaman
bertindak.
Pasal 3
Prinsip-prinsip peraturan ini sebagai berikut:
a.  legalitas,  merupakan  tindakan  yang  dilaksanakan  mendasari  hukum  dan  dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum;
b.  proporsional, merupakan tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan kadar ancaman
yang dihadapi;
c.  nesesitas,  merupakan  tindakan  yang  memang  sungguh-sungguh  dibutuhkan
berdasarkan pertimbangan yang cermat dan layak sesuai dengan situasi dan kondisi
dihadapi di lapangan;
d.  humanis,  merupakan  tindakan  yang  dilakukan  senantiasa  memperhatikan  aspek
penghormatan, perlindungan, dan penghargaan hak asasi manusia;
e.  keterpaduan,  merupakan  memelihara  koordinasi,  kebersamaan,  keterpaduan  dan
sinergi segenap unsur atau komponen bangsa yang dilibatkan dalam penindakan.
Pasal 4 …..
5
Pasal 4
Ruang lingkup peraturan ini meliputi:
a.  tempat, eskalasi dan lintas ganti; dan
b.  cara bertindak.
BAB II
TEMPAT, ESKALASI DAN LINTAS GANTI
Bagian Kesatu
Tempat
Pasal 5
Kegiatan PHH dilaksanakan di:
a.  jalan raya;
b.  gedung bangunan penting; dan
c.  lapangan terbuka.
Bagian Kedua
Eskalasi
Pasal 6
Eskalasi situasi dalam pengendalian massa sebagai berikut:
a.  situasi damai (hijau);
b.  situasi tidak tertib (kuning); dan
c.  situasi melanggar hukum atau anarkis (merah).
Pasal 7
Dalam situasi damai (hijau) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, tanggung jawab
pengendalian massa berada pada Satuan Dalmas awal.
Pasal 8
Apabila  eskalasi  meningkat  dari  situasi  damai  (hijau)  menjadi  situasi  tidak  tertib  (kuning),
tanggung jawab pengendalian massa berada pada Satuan Dalmas lanjut.
Pasal 9
Apabila  eskalasi  meningkat  dari  situasi  tidak  tertib  (kuning)  menjadi  situasi  melanggar
hukum (merah), tanggung jawab pengendalian massa berada pada Satuan PHH.
Bagian …..
6
Bagian Ketiga
Lintas Ganti
Pasal 10
(1)  Satuan  Dalmas,  baik  Dalmas  Awal  maupun  Dalmas  Lanjut  dan  Detasemen  atau
Kompi  PHH  merupakan  satu  kesatuan  yang  utuh  dan  lengkap  yang  digerakkan
secara  bertingkat  dan  bertahap  dalam  rangka  pengendalian massa  atau  huru-hara
sesuai dengan eskalasi situasi yang dihadapi.
(2)  Dalam  hal  eskalasi  meningkat  dari  situasi  tidak tertib  (kuning)  menjadi  situasi
melanggar  hukum  (merah),  dilakukan  lintas  ganti  antara  Satuan  Dalmas  dengan
Detasemen atau Kompi PHH atas perintah Kapolda.
Pasal 11
Lintas ganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), dilaksanakan dengan cara:
a.  Detasemen/Kompi PHH maju membentuk formasi PHH, sedangkan pasukan Dalmas
Lanjut  melakukan  penutupan  atau  perlindungan  terhadap  Detasemen  atau  Kompi
PHH dengan membentuk formasi sesuai situasi di lapangan dan diikuti unit Satwa;
b.  Rantis  Pengurai  Massa  Samapta  membentuk  formasi  sejajar  dengan  Rantis
Pengurai Massa Detasemen PHH; dan
c.  Dalmas  Lanjut  dan  Rantis  Pengurai  Massa  Samapta  bergerak  mengikuti  aba-aba
dan gerakan Detasemen atau Kompi PHH.
Pasal 12
Apabila pada satuan kewilayahan tidak ada Detasemenatau Kompi PHH, Kapolda selaku
pengendali  umum  memerintahkan  Kapolres  atau  Kapolresta  agar  menurunkan  Peleton
Penindak Samapta untuk melakukan penindakan yang didukung oleh satuan Dalmas Lanjut
Polres atau Polresta terdekat.
BAB III
CARA BERTINDAK
Bagian Kesatu
Tahapan
Pasal 13
Cara bertindak dalam PHH dilaksanakan dengan 3 (tiga) tahap, meliputi:
a.  persiapan;
b.  pelaksanaan; dan
c.  pengakhiran.
Bagian …..
7
Bagian Kedua
Persiapan
Pasal 14
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap persiapan sebagai berikut:
a.  setelah menerima perintah Kapolda, segera menyiapkan surat perintah tugas;
b.  menyiapkan  kekuatan  PHH  yang  memadai  untuk  dihadapkan  dengan  jumlah  dan
karakteristik massa;
c.  melakukan pengecekan personel, perlengkapan atauperalatan PHH, konsumsi, dan
kesehatan;
d.  menentukan rute PHH menuju objek dan rute penyelamatan (escape) bagi pejabat
VVIP atau VIP dan pejabat penting lainnya;
e.  menentukan pos komando lapangan atau Pos Aju yang dekat dan terlindung dengan
objek unjuk rasa; dan
f.  menyiapkan sistem komunikasi ke seluruh unit satuan Polri yang dilibatkan.
Pasal 15
Sebelum melaksanakan kegiatan PHH, Kepala Detasemenatau Kompi PHH memberikan
Acara  Pimpinan  Pasukan  kepada  seluruh  anggota  satuan  PHH  yang  terlibat  dengan
menyampaikan tentang:
a.  gambaran massa yang akan dihadapi oleh satuan PHH antara lain mengenai jumlah,
karakteristik,  tuntutan,  dan  alat  yang  dibawa  serta kemungkinan  yang  akan  terjadi
selama huru-hara;
b.  gambaran situasi objek tempat terjadinya huru-hara;
c.  rencana urutan langkah dan tindakan yang akan dilakukan oleh satuan PHH; dan
d.  larangan dan kewajiban yang dilakukan oleh satuan PHH.
Pasal 16
(1)  Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf d adalah:
a.  bersikap arogan dan terpancing oleh perilaku massa;
b.  melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai prosedur;
c.  membawa peralatan di luar peralatan PHH;
d.  keluar dari ikatan satuan atau formasi;
e.  mengucapkan kata-kata kotor, memaki-maki, dan melakukan gerakan-gerakan
tubuh  yang  bersifat  pelecehan  seksual  atau  perbuatan  asusila,  dan  atau
memancing emosi massa;
f. melakukan .....
8
f.  melakukan  perbuatan  lainnya  yang  melanggar  peraturan  perundang-
undangan; dan
g.  melakukan tindakan tanpa perintah Kepala Detasemen atau Komandan Kompi
PHH.
(2)  Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf d adalah:
a.  menghormati hak asasi manusia dari setiap orang yang melakukan huru-hara;
b.  melayani dan mengamankan pengunjuk rasa sesuai ketentuan;
c.  setiap pergerakan pasukan PHH selalu dalam ikatan satuan dan membentuk
formasi sesuai ketentuan;
d.  melindungi jiwa dan harta benda;
e.  tetap menjaga dan mempertahankan situasi sampai huru-hara selesai;
f.  bergerak dan bertindak berdasarkan perintah; dan
g.  patuh  dan  taat  kepada  perintah  Kepala  Detasemen  PHH  secara  berjenjang
sesuai lingkup tanggung jawab masing-masing.
Pasal 17
Setelah melakukan persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan 15, Detasemen
atau  Kompi  PHH  bergeser  dari  titik  kumpul  di  Mako  Brimob  ke  kesatuan  kewilayahan
pengguna atau langsung ke daerah sasaran yang telahditentukan.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan
Pasal 18
(1)  Cara bertindak PHH pada tahap pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 sebagai berikut:
a.  lintas ganti satuan PHH dengan satuan Dalmas;
b.  menyampaikan himbauan Kepolisian; dan
c.  melakukan tindakan tegas.
(2)  Setiap  Detasemen  atau  Kompi  PHH,  wajib  memperhatikan  ketentuan  sebagai
berikut:
a.  setiap anggota harus tetap dalam formasi Detasemen atau Kompi PHH;
b.  setiap anggota tidak diperkenankan bergerak ke luar dari formasi;
c.  setiap anggota tidak boleh melakukan tindakan sendiri-sendiri tanpa perintah;
d.  setiap  anggota  tidak  boleh  melakukan  tindakan  kekerasan  terhadap  massa,
pelaku tindak pidana maupun provokator yang ditangkap;
e. setiap ......
9
e.  setiap anggota wajib memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan
kepada massa dan warga masyarakat;
f.  setiap  anggota  tidak  boleh  membawa  peralatan  lain  seperti  senjata  api  dan
senjata tajam, kecuali alat-alat yang telah ditentukan;
g.  peleton  penindak  dan  peleton  atau  kompi  bantuan  bergerak  atas  perintah
komandan kompi atau kepala detasemen PHH;
h.  tidak  dibenarkan  melemparkan  gas  air  mata  dan  penyemprotan  air  tanpa
perintah dari komandan kompi atau kepala detasemen PHH; dan
i.  setelah  massa  dapat  dibubarkan,  pasukan  segera  konsolidasi,  komandan
kompi  atau  kepala  datasemen  pasukan  melapor  kepada  pimpinan  lapangan
(kepala satuan kewilayahan) untuk menunggu perintah.
Pasal 19
(1)  Lintas  ganti  satuan  PHH  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  18  ayat  (1)  huruf  a,
dilaksanakan dengan cara:
a.  satuan  PHH  melaksanakan  lintas  ganti  dengan  satuan  Dalmas,  bila  massa
sudah mengarah pada tindakan melawan hukum;
b.  lintas ganti dapat dilaksanakan dari samping dandari belakang sesuai situasi
dan kondisi di lapangan; dan
c.  aba-aba  dari  Komandan  Kompi  atau  Kepala  Detasemen  ”KOMPI  atau
DETASEMEN....  FORMASI  BERSAF....  LINTAS  GANTI  LARI  MAJU....
JALAN”.
(2)  Detasemen  PHH  membentuk  formasi  sesuai  perintah Kepala  Detasemen  PHH
secara  berjenjang  sesuai  lingkup  tanggung  jawab  masing-masing,  berdasarkan
situasi dan kondisi di lapangan.
Pasal 20
(1)  Penyampaian himbauan Kepolisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1)
huruf b, dilaksanakan dengan cara ”KEPADA SAUDARA –SAUDARA PENGUNJUK
RASA KAMI INGATKAN AGAR” :
a.  JANGAN  MELAKUKAN  KEGIATAN  –  KEGIATAN  YANG  MENGARAH
KEPADA PELANGGARAN HUKUM;
b.  TINDAKAN  SAUDARA–SAUDARA  KAMI  NILAI  TELAH  MELAKUKAN
PELANGGARAN HUKUM;
c.  UNTUK  ITU  SAUDARA  –  SAUDARA  SEMUA  HARUS  KEMBALI  TERTIB,
SAMPAIKAN ASPIRASI SAUDARA SECARA BAIK DAN SOPAN;
d.  JAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN;
e. KAMI ……
10
e.  KAMI  MEMOHON  UNTUK  SAUDARA  –  SAUDARA  SEMUA  SEGERA
MEMBUBARKAN  DIRI  DAN  KEMBALI  KE  TEMPAT  SAUDARA  MASING  -
MASING;
f.  KAMI  AKAN  MELAKUKAN  TINDAKAN  HUKUM  KEPADA  SAUDARA  -
SAUDARA YANG TIDAK MENAATINYA.
.
(2)  Penyampaian  himbauan  Kepolisian  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan.
Pasal 21
(1)  Unjuk rasa meningkat menjadi perbuatan melawan hukum, yang ditandai dengan ciriciri sebagai berikut:
a.  massa pelaku huru-hara dalam jumlah besar;
b.  massa sulit dikendalikan;
c.  massa berhasil dipengaruhi oleh provokator atau agitator;
d.  tuntutan  massa  dalam  penyampaian  aspirasi  telah  menyimpang  dari  tujuan
unjuk rasa semula dan memaksakan kehendak;
e.  massa  tidak  lagi  menghormati  hak  dan  kehormatan  orang  lain,  bahkan
bertindak melanggar hukum; dan
f.  tindakan para pelaku huru-hara menimbulkan dampak kerugian jiwa dan harta
benda serta menimbulkan keresahan masyarakat.
(2)  Dalam  hal  situasi  dan  kondisi  unjuk  rasa  meningkat  menjadi  perbuatan  melawan
hukum  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  maka  Detasemen  PHH  dapat
melakukan tindakan tegas.
Pasal 22
(1)  Tindakan tegas sebagaimana dimaksud dalam Pasal18 ayat (1) huruf c dilaksanakan
dengan cara:
a.  posisi peleton atau kompi penindak pada pelaksanaan lintas ganti merupakan
satu kesatuan yang utuh dari Detasemen PHH dan selalu berada di belakang
satuan PHH;
b.  pelaksanaan  PHH   dengan  tindakan  tegas  berdasarkan  perintah  Kepala
Detasemen  PHH  secara  berjenjang  sesuai  lingkup  tanggung  jawab  masingmasing dan berpedoman pada taktik dan teknik PHH sesuai situasi dan kondisi
di lapangan;
c.  dalam  hal  terjadi  bentrokan  fisik  antara  satuan  PHH  dengan  massa,  formasi
satuan PHH berdasarkan perintah Kepala Detasemen PHH secara berjenjang
sesuai lingkup tanggung jawab masing-masing, untuk bertahan atau mundur;
d. peleton …..
11
d.  peleton  penindak  sebagai  satu  kesatuan  yang  utuh dari  Detasemen  PHH
bertindak  atas  perintah  Kepala  Detasemen  PHH  secara berjenjang  sesuai
lingkup  tanggung  jawab  masing-masing  terhadap  massa yang  melakukan
tindakan melawan hukum;
e.  tindakan tegas dilaksanakan berdasarkan urutan tindakan:
1.  Detasemen  PHH  maju  untuk  mendorong  massa  dilaksanakan  dengan
cara  Kepala  Detasemen  PHH  memberi  aba-aba  ”  DETASEMEN....
DORONG...  JALAN...”  (Pasukan  maju  tiga  langkah)  dan ”DORONG
MAJU.... JALAN....” (Pasukan maju sepuluh langkah);
2.  penyemprotan  air,  untuk  mengurai  massa  dilaksanakan  dengan  cara
Kepala Detasemen PHH memberi aba-aba ”AWAS… SEMPROT”; dan
3.  penembakan  gas  air  mata  untuk  mengurai  massa  dilaksanakan  dengan
cara Kepala Detasemen PHH memberi aba-aba “AWAS…TEMBAK !!!”.
(2)  Guna efektivitas pelaksanaan tindakan tegas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
formasi PHH dan tindakan yang dilakukan sebagai berikut:
a.  unit pelindung dilengkapi dengan tameng pelindung dan pepper ball serta unit
pemadam api ringan (APAR), persiapan dengan aba - aba.....” LARI MAJU…
JALAN…  ”  menuju  ke  titik  api,  setelah  melaksanakan  pemadaman  api,  unit
pelindung dan unit pemadam kemudian kembali ke formasi awal dengan aba -
aba “LARI MAJU… JALAN”;
b.  unit pelindung dilengkapi dengan tameng pelindung dan pepper ball serta unit
penangkap,  persiapan  dengan  aba-aba  ”LARI  MAJU…  JALAN…”  menuju  ke
massa huru-hara guna menangkap provokator dan pelaku kerusuhan lainnya
yang  menyebabkan  kerusakan,  korban  jiwa,  merusak  kehormatan  warga
masyarakat  dan  negara,  setelah  melaksanakan  penangkapan  kemudian  di
bawa ke mobil tahanan, unit pelindung dan unit penangkap kemudian kembali
ke  formasi  awal  dengan  aba-aba  “LARI  MAJU…  JALAN…”  (penangkapan
dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan);
c.  unit pelindung dilengkapi dengan tameng pelindung dan pepper ball serta unit
kesehatan  persiapan  ”LARI  MAJU...JALAN....”,  unit  pelindung  dan  Unit
kesehatan  persiapan  dengan  aba-aba  ”LARI  MAJU…  JALAN…”  menuju  ke
massa huru-hara guna memberikan penyelamatan terhadap korban huru-hara;
d.  setelah melaksanakan penyelamatan bagi korban huru-hara kemudian di bawa
ke mobil ambulance, unit pelindung dan unit kesehatan kemudian kembali ke
formasi  awal  dengan  aba-aba  “LARI  MAJU…  JALAN…”  (penyelamatan
dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan);
e.  kendaraan  pengurai  massa  setelah  menerima  aba-aba  ”PERSIAPAN”,
kemudian  kendaraan  pengurai  massa  mendekat  di  belakang  Kompi  atau
Detasemen PHH sambil membunyikan sirine sebagai tanda agar Kompi atau
Detasemen  PHH  memberikan  tempat  atau  ruang  untuk  kendaraan  pengurai
massa  guna  melakukan  penyemprotan,  kemudian  diberikan  aba  -  aba
”AWAS… SEMPROT”;
f. setelah …..
12
f.  setelah  dilaksanakan  penyemprotan  oleh  kendaraan pengurai  massa,
Komandan  Kompi  atau  Kepala  Detasemen  PHH  Brimob  Polri  memerintah
kepada  Kompi  atau  Detasemen  PHH  Brimob  Polri  ”KOMPI ATAU
DETASEMEN  …...  DORONG  MAJU  …..  JALAN”  (pasukan  maju merapat  ke
tengah dan menutupi kendaraan pengurai massa ); dan
g.  setelah berhasil membubarkan massa perusuh, Kompi atau Detasemen PHH
kembali ke formasi banjar berbanjar atau banjar kolone dengan aba-aba dari
Komandan  Kompi  atau  Kepala  Detasemen  PHH  ”KOMPI  ATAU
DETASEMEN... FORMASI BANJAR KOLONE... LARI MAJU... JALAN”.
(3)  Tindakan  tegas  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dan  ayat  (2)  dilaksanakan
sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan.
Pasal 23
Cara bertindak PHH pada tahap pengakhiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf
c sebagai berikut:
a.  Kepala Detasemen PHH wajib melaporkan perkembangan bahwa situasi dan kondisi
terakhir telah kondusif kepada Kapolda, baik secaralangsung maupun menggunakan
alat komunikasi;
b.  menyerahterimakan tanggung jawab pemeliharaan situasi kamtibmas kepada Kepala
Kesatuan Kewilayahan;
c.  menarik pasukan dari tempat kejadian ke tempat yang ditentukan;
d.  melaksanakan konsolidasi pasukan di tempat yang dtentukan; dan
e.  Kepala  Detasemen  PHH  wajib  membuat  laporan  setelah  seluruh  kekuatan  dan
kemampuannya digunakan.
BAB IV
PERINTAH DAN PENGENDALIAN
Pasal 24
Perintah dan pengendalian PHH terdiri dari perintahdan pengendalian:
a.  teknis; dan
b.  taktis.
Pasal 25
Perintah  dan  pengendalian  teknis  sebagaimana  yang  dimaksud  dalam  Pasal  24  huruf  a
mencakup  penyiapan,  pengerahan,  dan  penarikan  kekuatan  Detasemen  PHH,  yang
dilaksanakan oleh:
a.  Kepala Korps Brimob Polri ( Kakorbrimob Polri ) pada tingkat Mabes Polri.
b.  Kepala Satuan Brimob Polda ( Kasatbrimob Polda )pada tingkat Polda.
Pasal 26 …..
13
Pasal 26
(1)  Penyiapan, pengerahan, dan penarikan kekuatan Detasemen PHH oleh Kakorbrimob
Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a dilaksanakan atas permintaan
Kapolda setelah mendapat perintah dari Kapolri.
(2)  Penyiapan, pengerahan, dan penarikan kekuatan Detasemen PHH oleh Kakorbrimob
Polri dilaksanakan dengan cara memberikan perintah kepada Kasatbrimob Polda.
(3)  Penyiapan, pengerahan, dan penarikan kekuatan Detasemen PHH oleh Kasatbrimob
Polda  dilaksanakan  dengan  cara  memberikan  perintah  kepada  Kepala  Detasemen
PHH.
(4)  Kepala  Detasemen  PHH  melaksanakan  lintas  ganti  sebagaimana  dimaksud  dalam
Pasal 10 ayat (2).
Pasal 27
(1)  Penyiapan, pengerahan, dan penarikan kekuatan Detasemen PHH Satbrimob Polda
oleh  Kasatbrimob  Polda  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  25  huruf  b
dilaksanakan atas permintaan Kepala Satuan Kewilayahan di jajaran Polda setelah
mendapat perintah dari Kapolda.
(2)  Penyiapan, pengerahan, dan penarikan kekuatan Detasemen PHH Satbrimob Polda
dilaksanakan  dengan  cara  memberikan  perintah  kepada Kepala  Detasemen  PHH
Satbrimob Polda.
(3)  Kepala  Detasemen  PHH  Satbrimob  Polda  melaksanakan  lintas  ganti  sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2).
Pasal 28
Perintah  dan  pengendalian  taktis  sebagaimana  yang  dimaksud  dalam  Pasal  24  huruf  b
disesuaikan dengan tempat dan hakikat ancaman.
BAB V
SUSUNAN KEKUATAN SATUAN PHH
Pasal 29
(1)  Susunan kekuatan Satuan PHH terdiri dari satuan:
a.  Kompi.
b.  Detasemen.
(2)  Susunan  kekuatan  Kompi  dan  Detasemen  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dengan peraturan ini.
Pasal 30 …..
14
Pasal 30
(1)  Selain  susunan  kekuatan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  29,  satuan  PHH
dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan.
(2)  Peralatan  dan  perlengkapan  Kompi  atau  Detasemen sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (1) tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dengan peraturan ini.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Pada saat peraturan ini mulai berlaku, semua petunjuk pelaksanaan tentang PHH, dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 32
Peraturan Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar  setiap  orang  mengetahuinya,  Peraturan  Kapolri  ini  diundangkan  dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Maret  2010
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
Drs. H. BAMBANG HENDARSO DANURI, M.M.
JENDERAL POLISI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Maret 2010
MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 133
Paraf:
1.  Kakorbrimob Polri  : ……
2.  Kadivbinkum Polri  : ……
3.  Kasetum Polri  : ……
4.  Wakapolri  : ……

0 komentar:

Copyright © 2012 .